Oleh:
Juwita Putri Morjani
“The rise and spread of Islam brought an alien and
disruptive force which finally broke the unity of the Mediterranean world.”[1]
Samuel
Huntington dalam bukunya Benturan Antar
Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, mengutip Melko mengatakan di dunia
ini ada 12 peradaban, 7 peradaban sudah tidak eksis (Mesopotamia, Mesir, Kreta,
Klasik, Byzantine, Amerika Tengah, dan Andea), sedangkan lima peradaban masih
eksis (Tionghoa, Jepang, India, Islam, dan Barat). Samuel Huntington sendiri menyebutkan
ada delapan peradaban besar, yaitu Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu,
Slavik, Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika. Dari peradaban-peradaban tersebut
akan terjadi vis a vis yang
memunculkan perbenturan. Selanjutnya ia mengatakan potensi itu akan terjadi
antara Barat dengan koalisi Islam-Konfusius.[2]
Persinggungan
antara negara-negara Barat dan negara Timur (Islam), bukan pertama kali
terjadi. Jauh sebelum lahirnya Karl Marx, yang menjadi peletak dasar Komunisme,
hingga kemudian mengawali lahirnya perseteruan ideologis dengan negara-negara
Barat, Islam telah hadir dan menjadi bagian penting bagi perkembangan
intelektual Eropa. Pernyataan Hayes, yaitu menjadi sebuah pengakuan atas
kuatnya pengaruh Islam di Eropa, sehingga mampu memecahkan culture bangsa-bangsa Eropa yang dahulu pernah bersatu di bawah
Imperium Romawi.[3]
Terdapat
banyak versi terkait motif invasi Muslim ke luar semenanjung Arabia. Hitti
dalam Ajat Sudrajat mengatakan bahwa setidaknya ada dua motif utama dalam
penaklukkan tersebut, yaitu keagamaan dan ekonomi. Menurutnya, para ulama
menafsirkan bahwa gerakan ekspansi tersebut adalah gerakan keagamaan (dakwah).
Sementara kalangan ahl al-kitab (Yahudi
dan Nasrani) mengatakan motivasi utama adalah ekonomi, yaitu memperoleh harta
rampasan perang dan pajak.[4]
Watt, menyampaikan bahwa motif penyebrangan selat Gilbraltar oleh kaum Muslim,
selain jihad, memperoleh harta rampasan merupakan bagian motivasi yang besar
juga.[5]
Namun, lepas dari itu semua, keberadaan kaum Muslimin di Eropa memberikan warna
yang berbeda pada peradaban Eropa. Karena, berbeda dengan Romawi yang tunduk
pada budaya Yunani, Islam justru mampu menundukkan dan menginternalisasi
nilai-nilai Islam dalam budaya Eropa Kristen, meskipun beberapa di antaranya
menganggap adanya unsur paksaan dalam persoalan tersebut.
Ketika
Islam mulai memasuki masa kemunduran di daerah Semenanjung Arab, bangsa-bangsa
Eropa justru mulai bangkit dari tidurnya yang panjang, yang kemudian banyak
dikenal dengan Renaissance.
Kebangkitan tersebut bukan saja dalam bidang politik, dengan keberhasilan Eropa
mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus diakui, bahwa justru dalam
bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan negara-negara baru
Eropa. Kemajuan-kemajuan Eropa tidak dapat dipisahkan dari peran Islam saat menguasai
Spanyol.[6]
Dari
Spanyol Islam itulah Eropa banyak menimba ilmu pengetahuan. Ketika Islam
mencapai masa keemasannya, Kota Cordoba dan Granada di Spanyol merupakan
pusat-pusat peradaban Islam yang sangat penting saat itu dan dianggap menyaingi
Baghdad di Timur.
1. Cordova 2. Granada
Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen, Katolik maupun Yahudi
dari berbagai wilayah dan negara banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa.[7]
Di sini pula mereka dapat hidup dengan aman penuh dengan kedamaian dan
toleransi yang tinggi, kebebasan untuk berimajinasi dan adanya ruang yang luas
untuk mengekspresikan jiwa-jiwa seni dan sastra.[8]
Penduduk
keturunan Spanyol dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: Pertama,
kelompok yang telah memeluk Islam; Kedua, kelompok yang tetap pada keyakinannya
tetapi meniru adat dan kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku maupun
bertutur kata; mereka kemudian dikenal dengan sebutan Musta’ribah, dan Ketiga,
kelompok yang tetap berpegang teguh pada agamanya semula dan warisan budaya
nenek moyangnya. Tidak sedikit dari mereka, yang non-muslim, menjadi pejabat
sipil maupun militer, di dalam kekuasaan Islam Spanyol. Mereka pun mendapat
keleluasaan dalam menjalankan ibadah mereka tanpa diganggu atau mendapat
rintangan dari penguasa muslim saat itu, sesuatu yang tidak pernah terjadi
sebelumnya saat penguasa Kristen memerintah Spanyol.[9]
Kemajuan
Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada
khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang
banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia
dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik
dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar
negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah
kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama
dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.[10]
Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). la melepaskan
belenggu taqlid dan menganjurkan kebebasan berpikir. la mengulas pemikiran
Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas.
la mengedepankan sunnahtullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan
anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa
timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir.
Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal
dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad
ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[11]
41 Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Vinesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan
1500 M. Bahkan, edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M.
Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms,
dan Strasbourg, dan di awal abad ke-17 M di Jenewa.
Pengaruh
peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal
dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas
Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan
Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku
karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang
ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas
pertama Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga
puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru
berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang
mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak
dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[12]
Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu
menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa
pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah
melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan
kembali ke dalam bahasa Latin.[13]
Walaupun
Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam,
tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu
adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad
ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M,
rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.[14]
[1] Carlton Hayes, History of Europe. (New York: MacMillan
Company, 1956), hlm. 127.
[2] Samuel
Huntington, Benturan Antar Peradaban dan
Masa Depan Politik Dunia. (Yogyakarta: Qalam), hlm. 37.
[3] Desvian
Bandarsyah dan Laely Armiyati, Sejarah
Eropa 1: Dari Klasik hingga Industrialisasi. (Jakarta: Mitra Abadi, 2014),
hlm. 35.
[4] Ajat Sudarajat,
Perang Salib dan Kebangkitan Kembali
Ekonomi Eropa. (Yogyakarta: Leutika, 2009), hlm. 21.
[5] Montgomery
Watt, Islam dan Peradaban Dunia. (Jakarta:
Gramedia, 1997), hlm. 11.
[7] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. (Jakarta, Rajawali Pers. 2004), hlm.
87.
[9] Siti Maryam, dkk., Sejarah
Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga Modern. (Yogyakarta. LESFI, 2004).
hlm. 83.
[11] S.I. Poeradisastra, Sumbangan
Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern. (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 67.
bagus,,lanjutkan..
ReplyDelete