Oleh : Astrid Dwi Rama
Jika berbicara tentang Robespierre, kita selalu mengaitkannya
dengan Jacobin Club, Revolusi
Perancis, dan Rezim Teror. Kita tidak bisa membicarakan dirinya tanpa
mengundang emosi dari dua kelompok yang terus bersiteru. Di satu sisi banyak
yang mengutuk karena masalah kediktatorannya, disisi lain banyak pula yang mengagumi karena ia berjuang menjaga harga
diri negaranya.
Di tengah Revolusi berkecamuk, Robespierre mengatakan, “Kebajikan tanpa teror adalah fatal dan
teror tanpa kebajikan ialah impoten. Menghukum para penindas kemanusiaan
(dengan cara kekerasan) adalah hal yang bisa diampuni, sementara memaafkan
mereka adalah barbar.”
![]() |
Robespierre - Pelukis: Mm. Labille-Guiard |
Teror adalah instrumen yang digunakan pada masa pemerintahan
darurat yang genting, demi menekan pemberontakan dan penerapan nilai-nilai yang
ingin diadaptasi. Teror menggunakan cara yang keras untuk menstabilkan hasil
dari kekacauan dan mengembalikan keamanan negara. Bagi Robespierre, teror
adalah kebajikan, digunakan seperlunya dalam keadaan yang mendesak saja. Namun pada
saat itu, teror disalah gunakan seperti yang dilakukan oleh para deputi dan
anggota Committee korup pada zaman Revolusi Perancis.
Eropa khususnya di Paris – Perancis,
teror telah dikenal sejak abad 18.
Gerard Chailland dan Arnaud Blid mengatakan dalam bukunya The History of
Terrorism From Antiquity to Al Qaeda bahwa Revolusi Perancis lah yang memberi
sumbangan besar pada lahirnya istilah teror. Dan teror dikenal melalui kelompok
jacobin yang dipimpin Robespierre saat mengambil alih Paris pasca revolusi
1789. Jacobin ditakuti karena mengesekusi siapa pun yang dianggap
kontra-revolusioner termasuk Raja Louis XVI dan Ratu Antoinette yang dipenggal
dengan pisau Guillotine. Mengapa kelompok Jacobin memilih Teror dalam
pemerintahannya?
Jawabannya adalah; Perancis sudah jatuh dalam kesulitan
ekonomi semenjak sepeninggal Louis XV. Bertahun-tahun gagal panen membuat harga
roti melambung, selain itu rakyat harus menyetor pajak pada tuan tanah dan
bangsawan. Pajak hanya diterapkan pada rakyat biasa, sementara bangsawan dan
gereja hidup bermewah-mewahan tanpa membayar apapun. Perang melawan Inggris
yang dilakukan Louis XV pun meninggalkan hutang yang banyak.
Louis XV meninggal dan digantikan cucunya, Louis XVI. Raja
yang mengambil kebijakan yang ternyata semakin memperburuk ekonomi Perancis
yaitu dengan mengadakan perang lagi. Louis XVI sakit hati atas kekalahan
Perancis melawan Inggris, lantas ia mengeluarkan keputusan untuk membantu
Amerika dalam perang kemerdekaannya melawan Inggris. Perancis memberikan
bantuan dalam jumlah miliaran, akibatnya Perancis semakin terpuruk dengan
banyaknya hutang. Ditambah lagi gaya hidup Marie Antoinette dan bangsawan
kerajaan yang sangat boros, sistem pajak yang tidak adil dan gagal panen
membuat rakyat memberontak.
Krisis ekonomi dan pangan, ditambah dengan serbuan tentara
asing dari semua penjuru dan sebagian
rakyat yang memberontak, memaksa badan pemerintahan yang kala itu didominasi
anggota Jacobin mengambil langkah ekstrim. Robespierre mengambil kesimpulan,
demi membentuk republik ideal ini seseorang harus bersiap memusnahkan
musuh-musuh revolusi. Ironi dari gagasan ini juga didengungkan masih dalam
pidato yang sama, dimana Robespierre membenarkan penggunaan teror. Dia berkata:
“Bila dasar dari
pemerintahan pada masa damai adalah virtue [nilai-nilai kebajikan], maka dasar
dari pemerintahan selama masa revolusi adalah virtue dan teror [tekanan];
virtue tanpa terror akan mematikan dan teror tanpa virtue akan tak berdaya. Teror
tidak lain instrumen keadilan yang cepat, fatal dan tidak goyah; karenanya
terror menjadi tangan dari virtue dan merupakan akibat dari dijalankannya
demokrasi, demi memenuhi kebutuhan negara yang sangat mendesak”
Pertama kalinya dalam sejarah, teror menjadi kebijakan
pemerintahan yang dilegalkan. Teror diperbolehkan, dan menang dalam pungutan
suara di National Convention, dimana
menggunakan kekerasan untuk meraih tujuan politik yang lebih tinggi. Untuk
melindungi revolusi dengan mengeleminasi musuh-musuh eksternal maupun internal
di wilayah Perancis. Robespierre pun membenarkan metodenya yang dipercaya bahwa
kekerasan, dan kekejaman akan menjadi jalan untuk terciptanya sistem yang lebih
baik. Inilah saat zaman kegelapan di Perancis.
Teror bisa dikatakan langkah putus-asa pemerintahan dalam
kondisi darurat, kebijakan sementara untuk meredam krisis sampai ke tingkat
yang bisa diterapkan kebijakan moderat. Teror digunakan untuk memenuhi
kebutuhan Perancis untuk menindak cepat, tegas dan keras guna mengembalikan
kestabilan negara.
Menurut Dr. Marisa Linton di History Today, Robespierre
dan para anggota Jacobin lainnya menganggap teror memiliki tujuan moral yang
lebih dalam daripada memenangkan peperangan: yakni mewujudkan sebuah 'Republic of Virtue' (republik
kebajikan). Maksud Robespierre dari republik kebajikan adalah sebuah masyarakat
dimana orang-orangnya lebih mementingkan kebahagiaan manusia lainnya daripada
keuntungannya sendiri. Perancis harus diperbaiki dengan nilai-nilai moral.
Georges Danton, salah satu anggota jacobin dan teman
Robespierre mengatakan, "Biarlah
kita menjadi kejam agar rakyat tidak menjadi demikian." Pemerintah
mengambil teror muncul karena kelemahan dan rasa takut. Jacobin memiliki hak kekuasaan yang goyah,
selain itu tak terhitung banyaknya penentang dan pemberontak seluruh Perancis dari
kaum bangsawan kerajaan yang kukuh sampai para revolusioner moderat yang tidak
suka melihat kekuasaan terlalu terpusat dan posisi mereka di National
Convention digantikan Jacobin. Banyak orang di Perancis sudah tidak peduli
lagi, bahkan terang-terangan memusuhi Revolusi sehingga ada harga yang harus
dibayar untuk itu yaitu, pertumpahan darah.
Jumlah hukuman mati khususnya di Paris adalah 2.639,
sementara jumlah keseluruhan hukuman mati sepanjang teror berlaku diseluruh
Perancis adalah 16.594. Para Jacobin cukup teliti menjaga tatanan legal teror,
arsip-arsip lengkap dilakukan untuk setiap putusan hukuman mati. Namun banyak
orang yang terbunuh tanpa putusan formal di pengadilan. Sebagian meninggal di
penjara-penjara yang terlalu ramai dan kotor untuk menunggu diadili, sebagian
yang lain meninggal di perang saudara dan pemberontakan kaum federal,
kematian-kematian ini tidak di dokumentasikan.
Semakin lama di Paris jumlah eksekusi semakin banyak, akibat
penyalahgunaan penerapan Hukum 22 Prairial [[1]].
penyalahgunaan hukum ini yang menyebabkan mimpi buruk teror terjadi. Hingga akhirnya Robespierre berseteru
dan memutuskan hubungan politik dengan para koleganya karena isu mereka
menyalahgunakan wewenang yang diberikan untuk membunuh dengan seenaknya saat
menjalankan misi-misi mereka di daerah tertentu. Kemarahan Robespierre atas
ketidak moralan mereka mengubah yang semula teman menjadi musuh yang mematikan.
Akhirnya, Robespierre
dan kolega terdekatnya ditangkap dan setelah gagal meminta Sans-Cullotes
melindungi dari para deputi yang telah menyalahgunakan penerapan hukuman
tersebut di aula kota (Hotel de Ville), mereka di eksekusi keesokan harinya
tanpa proses pengadilan. Ketika Robespierre mati, demokrasi juga mati
bersamanya. Seperti yang dikatakan Cambon, salah seorang Jacobin, mengatakan; "ketika itu kami tidak sadar bila
membunuh Robespierre sama halnya dengan membunuh Republik."
Ada juga sumber lain
yang mengatakan bahwa Robespierre lah yang sebenarnya menyalahgunakan kekuasaan
untuk memperoleh kekuasaan atas seluruh Perancis. Ia tak segan memvonis hukuman
mati kepada siapapun yang dianggap menghalangi ambisinya. Sampai kemudian, pada
juli 1793 Robespierre beserta pengikut setianya dihukum mati atas semua
perbuatannya di pengadilan tinggi Perancis.
*Dikutip dari beberapa sumber;
Zen RS – kurangpiknik.tumblr.com/post/133178213207/paris-yang-berdarah-itu
Zen RS – kurangpiknik.tumblr.com/post/133178213207/paris-yang-berdarah-itu
Historytoday.com – Robespierre and
Reign of Terror by Marisa Linton
m.kaskus.co.id – Maximilien de Robiespierre, Revolusioner yang Difitnah
m.kaskus.co.id – Maximilien de Robiespierre, Revolusioner yang Difitnah
[[1]]
Hukum
22 Prairial adalah hukum dengan mempercepat
pengadilan orang yang dipenjara, menghilangkan pembelaan terdakwa dan hanya
menyisakan dua keputusan yakni dibebaskan atau dihukum mati. Penyalahgunaan
Hukum 22 Prairial dan gagalnya kedua Committee mengaplikasikan Hukum Ventose
(hukum yang dibuat Saint-Just dan Robespierre dimana menyita barang-barang
milik bangsawan kaya dan borjuis yang menentang revolusi dan membagikannya ke
rakyat miskin) menjadi sumber lain perseteruan kubu Robespierre dan lawan-lawan
politiknya. Penyalahgunaan Hukum 22 Prairial mengakibatkan banyaknya orang
dihukum mati pada masa itu.
yup, terimakasih ya,,perhatikan teknik penulisan dr sumber internet
ReplyDeleteRevolusi memakan anaknya sendiri ?
ReplyDeleteRevolusi memakan anaknya sendiri ?
ReplyDelete